Jumat, 17 Agustus 2012

Keberhasilan yang Tertunda By. Inayatul Maula

Hatiku berdebar kencang dan denyut jantung ini semakin cepat tak terkendali. Betapa senangnya aku ketika namaku disebut sebagai tiga besar peserta Musabaqotu-l-Hifdzi-l-Qur’an (MHQ) dua juz pada tahun ini. Setelah lima tahun lamanya aku berjuang untuk berpatisipasi dalam acara ini. Bukan untuk takabbur, sombong ataupun riya, tetapi aku hanya ingin membuktikan kepada orang tuaku bahwa apa yang telah mereka berikan dan ajarkan padaku tidak sia-sia. Lima tahun bukanlah jangka waktu yang pendek untuk terus bersabar dan berusaha mencapai sebuah mimpi. Dimulai dari kelas satu. Aku yang belum mengerti apapun tentang segala sesuatu di pondok ini, memberanikan diri untuk mendaftar sebagai peserta MHQ. Walau hanya satu juz. Semua hanya terlewat begitu saja. Cita-cita belaka tanpa ada suatu tanda akan masuknya aku ke babak selanjutnya. Keningku mengerut dan rasa kecewa mulai tumbuh. Hati ini bertanya-tanya. Sepertinya aku dapat menghafal dengan baik di tes tadi, tapi mengapa aku tak dapat lolos babak selanjutnya? Dengan modal ikhlas, semua ini tak mematahkan semangatku tuk terus menghafal Al-Qur’an lillahi ta’ala. Satu tahun kemudian, aku mendengar informasi tentang MHQ. Tanpa fikir panjang kulangkahkan kaki ini menuju gedung Bosnia kamar 101 untuk mendaftarkan diri dengan modal yang pas-pasan. Dua juz. Do’a dan usaha tak lepas dari gerak-gerikku. Hingga sampailah aku di babak terakhir. MHQ dua juz denga enam peserta yang akan diambil tiga besar untuk maju ke panggung di babak final. Subhanallah. Hatiku terhentak dan jiwaku tersentak ketika mengetahui salah seorang dari lima peserta selain diriku adalah orang yang telah memiliki nama di pondok ini. Ketua rayon Yaman 2008 yang selanjutnya menjadi ketua OPPM 2008. Harapanku mulai menciut. Juga para peserta lain yang merupakan alumni dari Muqoddasah. Pondok asuhan kyai Hasan Abdullah Sahal selain Gontor yang merupakan pondok tahfidz. Ditambah lagi seorang penguji yang merupakan wali kelasku. Harapan itu makin meleleh karena rasa pesimis yang menyelubungi. Disertai rasa grogi dan persiapan yang kurang matang, aku terbata-bata dalam menghafal Al-Qur’an ketika babak terakhir ini kuhadapi. Ya Allah... cobaan apa lagi ini? Hingga akhirnya terpanggilah tiga besar peserta yang akan menuju babak final. Air mata ini terteteskan ketika namaku tak terpanggil di antara mereka. Tapi aku sadar bahwa ini bukanlah akhir dari perjuanganku. Ini pula bukanlah tujuan utamaku. Tetap segalanya lillahi ta’ala. Seperti tahun-tahun sebelumnya MHQ selalu diadakan. Ketika aku duduk di kelas tiga, tanpa ragu aku ikuti MHQ babak pertama. Meski rasa putus asa kini sedikit menyentuh, yang mengakibatkan namaku tercoreng untuk ketiga kalinya dalam babak semifinal. Tahun berikutnya saat aku duduk di kelas empat. Begitu banyak acara dan kegiatan pondok yang harus kuikuti. Ditambah berbagai kompetisi yang semakin semarak diikuti oleh santriwati kelas empat dan tiga intensif. Berbagai kompetisi yang diadakan telah kuikuti. Meski harus terpeleset di tengah pertempuran. Hingga datanglah kompetisi terakhir yang dapat kuikuti. Apalagi kalau bukan MHQ. Denagn tekad yang kuat dan niat yang bulat, aku berjanji untuk memenangkan kompetisi tersebut. Babak demi babak telah kulewati. Hingga babak terakhir sebelum menuju final. Aku masih tetap berdiri tegap dan optimis. Aku bisa! Beberapa hari kemudian terdengar olehku kabar yang menusuk hati. Betapa perihnya perasaan ini hingga kelopak mata tak dapat membendung air mata yang memaksa keluar dengan sendirinya. Aku mencoba untuk selalu optimis bahwa Allah sepertinya memiliki kehendak lain atas segala kejadian yang menimpaku. Ia memang akan memberikan apa yang kubutuhkan, tapi bukan apa yang kuinginkan. Sepertinya kesedihan itu belum juga ingin pergi dari diriku. Air mata tetap menetes bahkan saat para finalis maju di atas panggung. Hingga akhirnya perasaan itu hilang di tahun berikutnya. Ketika Ustadz Suharto memberikan piala padaku. Piala MHQ juara dua. Wali kelasku saat kelas lima menyampirkan medali MHQ ke pundakku. Semua usaha dan doaku terjawab oleh-Nya. Aku baru mengetahui tentang rumus rahasia terkabulkannya do’a. • Allah akan mengabulkannya langsung • Do’a yang ditunda pengabulannya • Allah akan mengganti do’a kita dengan yang lebih baik Terimakasih Allah..... Atas apa yang telah Kau berikan padaku. Terimakasih Gontor..... Telah memberikanku banyak pelajaran yang berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar