Jumat, 17 Agustus 2012

Fakta dari Google By. Unknown Author

Nama angkatan? Bahkan kelas enam pun tak diperbolehkan memiliki nama angkatan. Magenta sendiri hanyalah nama sebuah nama yang diambil karena itulah warna baju yang kami dapatkan. Tapi bagi kelas empat yang memiliki gengsi tinggi dan tak mau kalah oleh kelas empat dari tahun-tahun berikutnya, maka nama angkatan adalah topik yang selalu hangat diperdebatkan di kalangan kami. Bermodalkan pede karena lemounajh trois yang menjadi nama angkatan saat kelas tiga adalah gubahanku dan seorang temanku, aku memberanikan diri untuk mengajukan nama angkatan. Dari pada tak ada? Meraih mimpi. Hanya itulah kata yang terbenak dalam otakku kala itu. Aku yang disebut tukang mimpi, pemimpi, atau apalah itu selalu menulis deras kata-kata mimpi atau membaca tentang orang-orang yang berhasil karena mimpi. Sebut saja mereka Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, dan lain-lain. Selain itu, kelas empat adalah masa dimana kita harus dan wajib memperjuangkan mimpi yang telah kita torekan dulu. Sleain menjadi nama tentu juga menjadi doa. Bila nama angkatan terdahulu itu keren karena d’, el-, atau semacamnya itu yang notabene adalah bahasa asing. Baik bahasa Prancis, Belanda, Arab yang diplesetkan, ataupun bahasa Spanyol. Tak lama sebelum GSD, nama angkatan pun belum juga terpenuhi. Aku bergegas ke wartel untuk meminta bantuan ia yang telah lama merawatku dan yang telah memberikan gennya hingga aku dapat seperti ini, ayah. “Ayah.... bisa nggak artiin meraih mimpi ke bahasa Prancis, Spanyol, sama Latin?” Kalau tidak salah seperti itu redaksi kata yang kuucap. Langsung dijawab dengan kebingungan oleh ayah. Beliau hanya dapat mengiyakan. Kemajuan teknologi selalu menjadi jalan keluar akan segala permasalahan. Internet! Tak lama ayah datang menjengukku. Pagi sebelum masuk sekolah, aku merobek ujung koran yang kosong tulisan untuk kutulis ‘calon’ nama angkatanku itu. Hnaya ada dalam bahasa Prancis dengan faire des vos raves dan bahasa Spanyol dengan pretenito tu sonar. Dengan berbangga hati aku membawanya ke kelas yang langsung kuhamburkan pada teman sekelas. Mereka semua masih belum beragumen panjang. Tepat saat itu adalah pelajaran Insya’. Seusai wali kelasku memberikan pelajaran, aku dan salah seorang teman maju ke hadapan beliau untuk menyerahkan nama tersebut. “Ustadzah... yang bahasa Prancis aja biar lebih keren!” sorak sorai teman sekelas. “Dimusyawarahi dulu.” Kami sekelas denagn pede langsung mambai’at nama tersebut sebagi nama angkatan dan disingkat menjadi FARES. Entah setelah itu ada yang menulis d’FARESt, varest, FARES, atau apapun itu yang terpenting kami memliki nama angkatan. Tanpa disengaja ada yang enyeletuk bahwa nama pemeran utama GSD diambil dari nama FARES. Gloria el-varezt. Yang berarti al-Farisi. Orang Persia. Tamatlah sudah cerita FARES saat liburan akhir tahun. Saat kami harus mempersiapkan diri untuk menjai seorang pengurus rayon yang dituntut untuk menjadi dewasa. Tapi ternyata cerita itu belum selesai juga bagi sang empunya pemberi nama. Saat aku sedang membereskan perpustakaan kecilku, aku menemuka kamus Prancis-Indonesia milik ayah yang sudah menguning karena terlalu lama tersimpan. Aku iseng mencari kata ‘faire’ dan ‘rave’ dalam kamus. Bettapa terkejutnya kau yang etrnyata tak ada makna meraih imimpi dalam dua kata itu. Kata ‘faire’ sendiri bermakna peri. Aku lalu menghubungkan ponsel dengan opera mini agar dihubungkan pada internet dan aku bisa menanyakan kebenarannya pada Google Translete. Aku mengotak-atik kata demi kata. Tak ada respon. Hanya satu kata yang emmiliki makna. FARES dalam bahasa Inggris berarti tarif. Wah, bila seangkatan tahu akan hal ini apa jadinya aku? Mungkin yang tahu hal ini hanya sebagian orang, tapi tanpa peduli akan makna dari nama tersebut, namun hanya satu yang kuyakini pasti. Teman-teman seangkatanku pun pasti selalu mengingat FARES sebagai masa dimana bahagia itu selalu menguap dalam atmosfer. Never ending story!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar