Jumat, 17 Agustus 2012

EGYPT..... I COME! By . Lathifah

Kejadian itu tepatnya dua tahun yang lalu. Ketika aku kelas tiga intensif. Saat beberapa kandidat terpilih dan terpanggill ke kantor KMI untuk interview sebagai calon perwakilan Gontor untuk studi banding ke Mesir. Sebuah negeri impianku. Negeri besar yang terkenal karena universitas Al-Azharnya. Yang telah terbukti telah mengeluarkan alumni-alumninya yang hebat. Negeri itulah yang menjadi salah satu list negara impian dalam hidupku setelah Mekkah. Sedih rasanya nama ini tak masuk di antara mereka. Tapi ya sudahlah, mungkin ini bukan rezekiku. Aku hampir melupakan kesedihan itu. Hingga selang beberapa hari aku mendengar kabar telah dibuka pendaftaran sebagai peserta studi banding dengan biaya sendiri. Aku fikir ini kesempatan untukku, tapi dua puluh juta? Akankah orang tuaku menyanggupinya? Dengan bermodalkan nekat tanpa banyak berharap, aku menelepon orang tuaku dan menceritakan maksud dan tujuanku menelepon mereka. Tak lupa menyebutkan total biaya yang dibutuhkan. Sekali lagi aku tak banyak berharap. Ayahku pun berkata, “Dua puluh juta ya, teh? Tahun depan masih ada? Sekarang kebetulan lagi nggak ada uang.” Aku hanya dapat menghela nafas panjang. Tak mungkin pula aku memaksakan keinginanku. Sekali lagi ini bukan rezekiku untuk pergi ke sana. Keesokan harinya yang bertepatan dengan hari pertama ujian lisan awal tahun. Hari itu aku mendapat giliran masuk ujian nomor dua. Pagi sekali aku mendapatkan telepon dari rumah. Telepon???? Tak biasanya aku ditelepon. Aku pun langsung menuju ke tempat penerimaan telepon yang terletak di gedung Bosnia bawah. “Halo Mamah.....” “Halo, teh. Gimana? Jadi mau ke Mesir?” tanya Mamah. Dengan pelan aku menjawab, “Ya, kalau ada uangnya mau. Tapi kalau nggak ada ya nggak usah, Mah.” Saat itu aku masih belum bisa percaya dengan apa yang dikatakan orang tuaku. Benarkah ini? “Emangnya ada uangnya, Mah?” “Alhamdulillah.... mamah dapat uang sertifikasi dan baru cair.” Mendengar jawaban Mama layaknya hatiku itu sebuah kebun, lalu segera ditumbuhi oleh beraneka bunga dan kupu-kupu tak kuasa untuk menemani bunga mewarnai taman. Sepertinya ini jawaban baik. “Memang uangnya berapa, Ma?” tanyaku. “Dua puluh juta. “jawab Mama singkat. “Nggak apa-apa kalau teh Ipah pakai?” tanyaku. “Nggak apa-apa, teh. Insya Allah rezeki nggak akan kemana. Mumpung ada rezeki dan kesempatan. Daftar aja ya ke ustadzah.” Ya Allah... benarkah ini? Subhanallah..... Engaku Maha Penyayag dan Maha mengabulkan setiap do’a hambanya. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menuju kantor KMI dan mendaftarkan diri ke ustadzah. Hari ini merupakan hari yang menakjubkan dalam hidupku. Aku semakin menyadari betap besarnya rasa kasih sayang orang tuaku. Uang dua puluh juta yang didapatkan ibuku dengan susah payah ia relakan padaku. Hanya untuk keinginanku dapat terbang menuju Mesir. Ya Allah.... aku masih juga menitikkan air mata jika mengingatnya. Sejak saat itu keinginanku untuk pulang dari pondok ini terhapuskan. Orang tuaku telah memberi segalanya terhadapku, sedangkan aku? Apa yang telah aku berikan pada mereka? Tuhan.... izinkanlah aku untuk bahagiakan mereka walau di penghujung hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar