Minggu, 19 Agustus 2012

PANTANG TAKUT By.Rani Suryandari

Teng..teng..teng..lonceng berbunyi enam kali. Suara itu berasal dari bel utama di depan pengasuhan yang menandakan pertemuan kelas enam bila dibunyikan sebanyak enam kali. Mendengarnya membuat jantung berdebar, di lain pihak juga memiliki kebanggaan tersendiri karena panggilan itu hanya diperuntukan bagi siempunya angkatan, yaitu kelas enam. Pertama kali diperdengarkan adalah saat kerudung merah muda pertama kali disampirkan. Dengan ini mulailah perjalanan hidup yang baru setelah menghadapi rintangan hidup. Kini aku mulai merasa paling besar dan masa yang paling enak, tapi kenyataannya itu semua pahit. Kita harus menahan hawa nafsu, menjaga sikap,dan lain lain. Saat ingin menjadi lebih baik dan berubah sebaik mungkin, beberapa kenyataan ternyata kurang mendukung. Di kelas enam ini aku memakai kerudung pelanggaran senanyak tiga kali. Ini semua adalah sebagai pengalaman bagiku dan orang lain. Pertama kali karena rambut pendek, yang kedua karena sholat dan makan di kamar, dan yang terakhir karena ngobrol di masjid. Bukan maksud sebenarnya. Hanya keceplosan sura hatiorang kelaparan. Semoga tak akan terulang lagi. Pada bulan maret adalah masa ketika adik-adik kita pindah kamar kecuali Andalusia. Bukan hanya pindah kamar, tapi sekaligis pindah rayon karena Andalusia akan dipakai menjadi kelas. Shok sebenarnya, karena persatuan kami yang sangat kuat harus merenggang. Biasanya ke kopda dan ke masjid nomor satu kini menjadi nomor dua dan selanjutnya. Sekitar februari akhir ujian lisan awal tahun aku menjadi bagian pengajaran di panitia ujian. Tidak ada yang menyangka karena aku yang seperti ini. Sebuah prngalaman yang luar biasa.pada tujuh juli 2012 kami pindah yang ketiga kalinya setelah karantina. Pindahlah kami dari Iran ke Santiniketan. Saking padatnya dam kotor,kita menaruh barang-barang di kamar mandi, di bawah jemuran rayon Andalusia, kta pun istirahat senentar , maklum saking capeknya. Namun bukanya nyaman malah kepanasan namanya juga jemuran.karena disitu banyak kasur kita akhirnya tertidur. Menjadi bahan tertawaan bagi anggta pun tak kami hiraukan, karena kami menganggap mereka sebuah patung yang mungkin ba=isa tertawa.tak apa yang penting masih hidup. Itu semua haya bermodalkan rasa percaya iri yang tinggi, dan selalu menunjkan diri kita apa adanya. Rara generasi tangguh, kita harus memiliki sifat percaya diri yang tinggi dimanapun kita berada, tapi jangan lupa harus didasari sifat positif dalam bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar